Iklan VIP

Kamis, 19 Maret 2020, 14:30 WIB
Last Updated 2021-06-17T16:01:09Z
BaliBeritaJembrana

Virus Corona & Bhuta Dasangkara Bhumi, Disinyalir Ramalan Tetua Bali Yang Menjadi Kenyataan

Peduli Rakyat News | Jembrana,- Di awal tahun 2020 disambut oleh cuaca ekstrim, panas membara bahkan hujan banjir, belum lagi berbagai isu penyakit yang bersumber dari virus.

Jro Mangku Suardana, salah satu Pemangku Pura Dangkahyangan Rambutsiwi yang akrab dipanggil Jro Mangku Suar di sela-sela kesibukannya melayani memimpin persembahyangan Umat, Kamis (19/3) menjelaskan, menurut perhitungan Wariga Bali bahwa awal tahun 2020 bertepatan dengan Sasih Ala (musim yang dianggap kurang baik) mulai dari sasih Kaenem, Kapitu, Kawolu, dan Kasanga, belum lagi bertepatan dengan siklus rahinan jagat Galungan-Kuningan dan Tawur, Nyepi. Kedua hari raya ini disertai oleh turunnya berbagai kekuatan Bhuta-Kala yang membawa berbagai efek buruk.

"Perhatikan bagaimana siklus rerahinan Galungan jatuh pada Rabu (19/2) pada rentang ini kekuatan Bhuta berwujud Tiga Bhucari akan memberi pengaruh tidak baik, selama “Uncal Balung” dan bukan kebetulan hari raya Nyepi yang diawali dengan Tawur sasih Kasanga sebagai puncak kekuatan Buta-Kala dan Nyepi sebagai tahun baru Isaka jatuh pada hari yang disebut Pegat Wakan yakni Budha Kaliwon wuku Pahang (masih pada rangkaian batas waktu Galungan & Kuningan). Jadi menurut hitungan Wariga Bali, berbagai cuaca buruk, virus penyakit (grubug) yang melanda awal tahun ini disebabkan oleh siklus alam yang dikenal dengan Pamigrahaning Sasih, kemudian diperparah oleh perilaku manusia yang tidak bersahabat dengan alam bahkan malah merusak alam.

Pria yang juga masih aktif sebagai anggota TNI dan hingga sekarang berdinas di Timintel Korem 163/Wirasatya ini lebih lanjut memaparkan, dalam Lontar Bhasundari Tattwa tersurat berbagai ketidakseimbangan alam adalah akibat buruk dari Kala yang melahirkan Bhuta yang disebut Bhuta Dasangkra Bhumi, yaitu manifestasi Kala yang berwujud Sepuluh Rupa, diantaranya :

Pertama, Bhuta Mastaka merasuki segala binatang yang memiliki mulut, memakan segala jenis, bagian tumbuh-tumbuhan, menyebabkan tumbuhan tidak bisa dijaga, dirawat.

Kedua, Bhuta Angga merasuki segala binatang yang berjalan dengan dada, tubuh, meracuni (wisya) segala jenis tumbuhan.

Ketiga, Bhuta Tangan merasuki segala jenis binatang yang memiliki tangan, mampu mengambil lalu memakan segala jenis biji-bijian (sarwa wija), umbi-umbian.

Keempat, Bhuta Pupu merasuki segala jenis binatang yang memiliki kaki, menyebabkan rusak daun segala jenis tumbuhan.

Kelima Bhuta Amata merusak segala jenis tumbuhan yang memiliki Soca (mata tunas pada batang), misalnya bambu dll, sehingga mati buku (mati ruas).

Keenam, Bhuta Tutuk merasuki segala jenis cacing (kermi), memakan bagian daun segala macam tumbuhan, sehingga daunya busuk.

Ketujuh, Bhuta Let memunculkan sejenis Antiga (telor, bibit) yang dapat merusak akar dan daun, sehingga tumbuh-tumbuhan menjadi mati.

Kedelapan, Bhuta Irung merasuki segala jenis bintang yang menghisap sari, hingga dapat menghancurkan bunga berbagai jenis tumbuhan.

Kesembilan, Bhuta Purus merasuki segala jenis binatang yang dapat melakukan hubungan senggama, kemudian menetaskan telor kemudian menjadi ulat yang dapat merusak tumbuh-tumbuhan.

Kesepuluh, Bhuta Talinga merasuki segala jenis binatang yang berada didalam rongga tanah, hingga merusak umbi, akar berbagai tumbuhan.

Menurutnya, ketika berbagai tumbuhan, binatang telah dirasuki oleh kesepuluh wujud Kala, hingga menghasilkan Wisya (racun, bakteri, virus, penyakit), maka tentunya akan menyebabkan seluruh manusia yang bergantung pada Sarwa Prani, berbagai mahluk hidup lainnya akan sengsara, sakit bahkan meninggal secara mengerikan.

"Semacam siklus berantai, tumbuhan dirasuki Wisya para Bhuta (Kala), kemudian binatang yang memakan tumbuhan akan sakit bahkan binasa, lalu manusia yang mengkonsumi, berinterakasi dengan mereka pun sangat mudah tertular Wisya Bhuta Dasangkara Bhumi, tiada lain manifestasi Kala. Bisa jadi Virus Corona yang berkembang sedemikian pesat beberapa minggu ini adalah akibat pengaruh Bhuta Dasangkara Bhumi yang melahirkan Sepuluh yaitu manifestasi Kala yang berwujud Sepuluh Rupa, mengingat kesimpulan para ahli pada kasus Grubug di Wuhan China diawali salah satu penyebabnya diperkirakan akibat mengkonsumsi makanan di pasar makanan laut Huanan Wuhan yang menjual berbagai macam makanan unik. Disebut unik karena menjajakan berbagai binatang liar, mulai dari anak serigala, rubah hidup, buaya, salamander raksasa, ular, tikus, burung merak, landak, daging unta hingga musang. Binatang-binatang tersebut merupakan spesies yang disebut masih erat kaitannya dengan Server Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang juga pernah menghebohkan pada 2002 sampai 2003 lalu. Dimana menurut peneliti, virus corona merupakan virus yang menginfeksi hewan dan seiring berjalan waktu kemudian berevolusi hinggga virus ini bisa menular ke manusia", imbuhnya.

Jro Mangku Suar yang saat ini juga aktif dalam Sabha Walaka PHDI Kabupaten Jembrana ini menambahkan ritus Caruning Sasih adalah salah satu upaya Niskala (Gaib) yang sangat penting dilakukan agar terhindar dari pengaruh Kala berwujud Bhuta Dasangkara Bhumi tentu dilengkapi dengan berbagai upaya Sekala (bersifat nyata) dengan selalu menjaga kebersihan, hindari merusak alam.

"Rahajeng telah melaksanakan Hari Raya Galungan & Kuningan dan menyambut Hari Raya Nyepi Tahun bmVaru Isaka 1942, mari jadikan momentum langka ini sebagai jalan introspeksi diri, agar lebih bisa menjaga keseimbangan alam, hentikan segala upaya pengerusakan alam agar terbebas dari berbagai pengaruh buruk Pamigrahaning Sasih”, tutup Jro Mangku Suar. (Agus)